Penonton Bayaran


LALALA, YEYEYE... LALALA, YEYEYE....

LALALA, YEYEYE... LALALA, YEYEYE....

 



Siapakah sih mereka?

Penonton adalah jiwa yang menghidupkan sebuah acara. Makin heboh penonton, makin meriah dan sukses acara tersebut. Saking tingginya kebutuhan itu, hadirlah profesi, “koordinator penonton” dan “penonton bayaran”.Menggiurkan, ya?

Hari itu Harsono sudah tiba di lokasi studio RCTI sejak subuh. Selama bulan puasa, studio tersebut jadi rumah kedua bagi Harsono. Maklum, ia harus selalu standby mengawasi “anak buah”-nya yang menjadi penonton bayaran untuk program Dahsyat dan Dahsyatnya Sahur. Profesi Harsono mungkin masih terdengar aneh di telinga sebagian orang. Namun pria ini sudah menjalani pekerjaan sebagai koordinator pengumpul penonton selama 5 tahun.



Ya, tak banyak yang tahu, tak semua penonton program televisi yang hadir di lokasi syuting atau studio berasal dari masyarakat biasa. Sebagian besar dari mereka justru orang-orang bayaran. Mereka dipekerjakan untuk memeriahkan acara. Pasalnya, unsur look atau tampilan gambar di layar memang menjadi kebutuhan utama. Semakin meriah dan ramai, maka program tersebut akan lebih menarik minat pemirsa di rumah.

Untuk mengumpulkan puluhan hingga ratusan penonton tersebut, pihak stasiun teve biasa menyewa jasa pihak ketiga atau agency. Namun jangan dikira gampang untuk menjadi penonton bayaran. “Penampilan yang utama look-nya harus bagus, enggak jelek-jelek amatlah, karena kan, muncul di teve. Perempuan dan laki-laki harus punya make up sendiri. Bisa dandan, dengan kostum yang bagus. Bisa bangun suasana dengan kru, saatnya sedih bisa nangis, saat ramai bisa loncat-loncatan. Yang penting selalu ikutin aturan. Karena mereka benar-benar kerja, enggak hanya nonton,” tutur Harsono.

Kerja Harsono sendiri tidak terlalu sulit. Ia hanya perlu menyewa jasa koordinator lapangan (korlap) di tiap daerah di wilayah Jabodetabek. Korlap tersebut yang turun langsung mencari penonton bayaran. “Biasanya korlap itu ibu-ibu. Dari awal saya sudah menentukan untuk mencari yang asyik. Saya sendiri membawahi 8 korlap. Biasanya kami pilih penonton yang lokasinya dekat dengan studio atau lokasi syuting program, jadi biaya enggak terlalu tinggi.”
Harsono bahkan memiliki 25 penonton bayaran tetap. Mereka selalu dipakai karena kemampuannya dalam menghidupkan suasana. Selebihnya, untuk mengisi permintaan, Harsono mengambil penonton bayaran yang dikontrak lepas per hari.

Bayaran yang diterima para penonton ini tergantung pihak stasiun teve. Karena, beda program, beda pula bayarannya. Yang jelas, dari masing-masing pekerjannya, Harsono memotong 20% pendapatan mereka untuk kostum, aksesori, pernak-pernik, dan untuk dirinya sendiri. “Satu program misalnya ngasih Rp 25 ribu/orang, saya bayarkan Rp 22 ribu atau Rp 20 ribu, sesuai kategori. Orang baru enggak sama dengan yang lama. Kalau dia semangat, dan serius, baru kami naikkan honornya. Itu buat 1 acara. Minimal mereka dapat 3 acara per hari. Jadi, lumayanlah,” ungkap Harsono.

Harsono selalu menjaga kualitas penonton rekrutannya. Hasilnya, jasa Harsono dipercaya oleh banyak rumah produksi dan stasiun TV. “Sebelum masuk studio, ada seleksi penonton. Ratusan orang kami bawa dan beritahu, kalau kami maunya yang tampilannya bagus, suara keras, ramai, ceria dan bisa koreo (menari). Sekarang tercipta deh, penonton kami yang sudah terkenal dimana-mana,” tukas Harsono.

Saat ini Harsono termasuk salah satu agency penyedia jasa penonton bayaran yang sukses. Di bulan puasa kemarin saja, Harsono dipercaya menyuplai penonton untuk 11 program teve. Hasilnya, pendapatan yang tidak sedikit pun diraup Harsono. “Bulan puasa ini saja bisa lebih dari Rp 50 juta. Ya alhamdulilah, rezeki bulan suci,” kata pria yang sering disapa dengan panggilan “Ayah” oleh penonton-penonton bayarannya itu.

0 komentar:

Post a Comment

Komentar anda sangat bermanfaat bagi kami!