“Boring banget nih, pelajarannya Bu Ucok. Ngantuuuk…” kataku pada Sholuik.
“Tenang aja bro, bentar lagi juga bel pulang.” jawab Sholuik yang juga lagi malas.
“Nih… delapan, tujuh, enam, lima, empat, tiga...”
Belum sempat Sholuik menyelesaikan hitungannya, bel pulang pun sudah menyelonong begitu saja (teet... teet…teet…teeeet…). Mungkin bel pulang siang hari ini bagaikan oasis bagi anak- anak di tengah padang gurun yang sangat panas dan gersang. Namun bagiku, ini bagaikan lubang neraka di tengah taman seribu bunga yang sangat indah.
Aku memang benci dengan bel pulang. Bukan karena dia mengejutkanku, memukuliku, ataupun menghajarku. Hehe… Tetapi karena dialah, aku jadi kehilangan wajah cantik dan senyum manis itu untuk sementara waktu, hingga hari esok waktu untuk bersekolah kembali. Dia- yang- tidak- boleh- disebutkan- namanya itu memang merupakan sumber inspirasi bagiku serta menjadi obat pelipur di saat aku sedang sedih.
Ya, benar. Inilah kehidupan remaja, di mana keberadaan seseorang yang spesial menjadi sangat penting bagi kelangsungan hidup kita. Meskipun aku selalu terlihat sangat gugup, sal- ting, dan 3M (Malu- Malu Mau) ketika harus menatap kedua matanya yang sangat indah itu. Namun aku percaya bahwa dia diturunkan oleh Tuhan ke dunia ini sebagai takdir jodohku.
“Hmmm… pulang sekolah enaknya ngapain ya? Twitter- an, facebook- an, blogging, nge-GYM, atau bobo’?” gumamku dalam hati.
Setelah perdebatan cukup lama dalam otakku, akhirnya aku putuskan sepulang sekolah aku langsung menuju ke kamar dan tidur.
Setelah 2 jam lamanya aku tidur.
“Hooaahh…” bau nafas bangunku menyeruak ke seluruh isi ruangan.
Waktu sudah menunjukkan pukul 16.10 aku langsung bergegas untuk menghidupkan komputer dan menancapkan modem. Hal pertama yang aku buka adalah Facebook. Status- status di facebook kebanyakan berisi tentang percintaan, galautisme, dan kata- kata yang gazebo abiss. Kebetulan sekali, besok adalah tanggal yang sangat istimewa (14-02-2012) yaitu hari Valentine atau hari Kasih Sayang. Di mana banyak muda- mudi yang ingin menyatakan perasaannya di hari tersebut. Aseek…
Hal itulah yang membuatku mencoba memberanikan diri untuk mengungkapkan perasaanku kepadanya (Dia- yang- tidak- boleh- disebutkan- namanya). Pasti kalian bertanya, kenapa tidak dari dulu aku menyatakannya? Sudah dari dulu, aku mencoba memberanikan untuk mengungkapkan perasaanku kepadanya. Namun, semakin aku mencoba, semakin tak kuasa mulut ini untuk dapat berkata.
Malam hari, yang teringat hanyalah bayangan wajahnya yang cantik itu.
“Maukah kamu jadi pacarku?”
“Ehm, aku sayang kamu. Maukah jadi pacarku?” kata- kata bodoh yang terus aku ucapkan sepanjang malam itu, hingga mata ini sudah tinggal 5 watt. ZzzzZzZzzz…
Keesokan harinya, pagi- pagi betul aku berangkat ke sekolah. Sesampainya di kelas, aku segera mencari tempat duduk yang strategis untuk dapat melihat kedatangan seorang bidadari dari balik pintu depan kelasku.
“Bro, udah hampir masuk kok dia belum datang juga?” tegur Sholuik padaku.
“Siapa?” tanyaku berlagak tidak tahu.
Memang selama ini aku hanya berpura- pura untuk bertahan. Namun sebenarnya, jauh di dalam hatiku, hati kecilku ini merasakan sangat gelisah.
Benar adanya, si dia yang aku tunggu- tunggu tidak kunjung datang. Bahkan keesokan harinya, esoknya lagi, esoknya lagi, dan seterusnya, aku sudah tidak mendengar kabar darinya. Dia pun menghilang tanpa jejak, seakan- akan Tuhan telah mencabut sesosok bidadari dari kehidupanku. Dan cerita ini tidak akan pernah selesai tanpa adanya sosok bidadari tersebut di kehidupanku kembali. Aku pun akan dengan setia menunggunya, bahkan beribu tahun lamanya.